Terpopuler - Hubungan Harta dengan Kemuliaan dan Kehinaan Diri
BANYAK yang merasa bangga dan jumawa karena berpangkat dan berharta dengan meyakini dirinya adalah manusia paling disayang Tuhan. Pun ada yang merasa hina serta terhina bahkan tak disayang Allah karena keterpurukan dirinya dalam hal harta, yakni miskin. Benarkah sayang dan benci Allah serta mulia dan hina bisa diukur dengan kepemilikan harta?
Sepanjang perjalanan panjang melelahkan, hal ini mendominasi pikiran saya, merenungkan beberapa ayat dan hadits yang berkaitan dengan harta yang dimiliki manusia. Lalu hati saya berkata menyimpulkan semua perenungan itu: "Dimanjanya dirimu dengan tumpukan harta belum pasti berarti dirimu disayang Allah. Terbatasnya kepemilikan dirimu akan harta pun tak mesti bermakna dirimu dibenci Allah. Sayang dan cinta Allah kepadamu ditentukan oleh kesesuaian kepemilikan hartamu dan penggunaannya dengan syari'at Allah."
Kalaulah orang yang disayang dan dimuliakan Allah harus diukur dengan kepemilikan harta, maka tak mungkin ada satupun nabi yang hidup dalam kemiskinan. Kalaulah orang yang hina dan dihinakan itu adalah mereka yang miskin, maka tak akan ada orang kaya yang dihina dan dicaci maki banyak orang. Mari kita jujur pada fakta. Begitu banyak orang miskin yang kemuliaannya dicatat dalam sejarah dan dijamin oleh Rasulullah sebagai manusia surga. Pun begitu banyak orang kaya yang dihinakan dalam al-Qur'an serta dicemooh di tengah-tengah masyarakat.
Miskin harta bukanlah aib. Miskin agama itulah kehinaan yang sesungguhnya. Tak usah takabbur dengan tumpukan harta yang dimiliki, juga tak usah berkecil hati karena kini masih dalam kondisi ekonomi terjepit. Jalani hidup dengan senyum dan penuh syukur. Teruslah berharap untuk mendapatkan anugerah ridla Allah SWT. Salam, AIM, Pengasuh Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya. [*]
Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Terpopuler - Hubungan Harta dengan Kemuliaan dan Kehinaan Diri"
Post a Comment