Terpopuler - Tak Puas Kinerja OJK, Perbankan Ingin Diawasi BI
INILAHCOM, Jakarta - Terkait wacana pembubaran OJK, ada temuan menarik dari hasil survei Citiasia bersama Biro Riset Infobank pada 28 November–11 Desember 2019.
Dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Majalan Infobank di Jakarta, Selasa (28/1/2020), Achmad Yunianto, Direktur Riset Citiasia membeberkan dua fakta menarik.
Pertama, terkait dengan iuran yang dibebankan OJK. Kelompok perbankan memiliki porsi yang berkeberatan paling tinggi (53,3%) dibanding kelompok lainnya, seperti asuransi (37%), lembaga pembiayaan (37%), dan lembaga keuangan khusus (49%).
“Alokasi yang dirasa belum berdampak nyata dan positif menjadi alasan utama mereka yang mengaku berkeberatan. Ketika dibandingkan dengan pengawasan Bank Indonesia (BI) terhadap perbankan di masa sebelumnya, bankir yang setuju sedikit lebih banyak (55%) dibanding bankir yang tidak setuju (45%),” ujar Yunianto.
Kedua, terkait regulator yang menjalankan fungsi pengawasan perbankan. Industri perbankan mayoritas menginginkan fungsi pengawasan perbankan dikembalikan ke BI. Dari total responden, yang setuju pengawasan kembali ke BI sebanyak 53,4%. Sementara, yang setuju tetap dijalankan oleh OJK sebanyak 46,6%.
Yang setuju pengawasan dikembalikan ke BI berpendapat, dengan memberdayakan dua regulator, yakni BI dan OJK, dirasa kurang efektif. “Utamanya ketika Bank Sentral selaku pengampu target moneter ingin mentransmisikan kebijakan moneter,” ujar Achmad Yunianto.
Sementara, yang setuju pengawasan tetap di OJK berpendapat bahwa perekonomian nasional memerlukan adanya sinkronisasi antara pemerintah sebagai pengendali kebijakan fiskal, BI sebagai pengendali kebijakan moneter, dan OJK sebagai pengendali pelaksanaan pengaturan industri.
Informasi saja, survei bertajuk Studi Penguatan Industri Keuangan: Perspektif Industri Terhadap Regulator itu, dilakukan menggunakan metode purposive sampling dengan 182 responden level manajer ke atas dari 114 industri perbankan, lembaga pembiayaan (multifinance), asuransi, dan lembaga jasa keuangan khusus, memelototi lima hal.
Pertama, terkait dengan iuran yang dibebankan OJK. Kelompok perbankan memiliki porsi yang berkeberatan paling tinggi (53.3%) dibanding kelompok lainnya, seperti asuransi (37%), lembaga pembiayaan (37%), dan lembaga keuangan khusus (49%).
“Alokasi yang dirasa belum berdampak nyata dan positif menjadi alasan utama mereka yang mengaku berkeberatan. Ketika dibandingkan dengan pengawasan Bank Indonesia (BI) terhadap perbankan di masa sebelumnya, bankir yang setuju sedikit lebih banyak (55%) dibanding bankir yang tidak setuju (45%),” ujar Yunianto.
Kedua, terkait regulator yang menjalankan fungsi pengawasan perbankan. Industri perbankan mayoritas menginginkan fungsi pengawasan perbankan dikembalikan ke BI. Dari total responden, yang setuju pengawasan kembali ke BI sebanyak 53,4%. Sementara, yang setuju tetap dijalankan oleh OJK sebanyak 46,6%.
Yang setuju pengawasan dikembalikan ke BI berpendapat, dengan memberdayakan dua regulator, yakni BI dan OJK, dirasa kurang efektif. “Utamanya ketika Bank Sentral selaku pengampu target moneter ingin mentransmisikan kebijakan moneter,” ujar Yunianto.
Sementara, yang setuju pengawasan tetap di OJK berpendapat bahwa perekonomian nasional memerlukan adanya sinkronisasi antara pemerintah sebagai pengendali kebijakan fiskal, BI sebagai pengendali kebijakan moneter, dan OJK sebagai pengendali pelaksanaan pengaturan industri. [ipe]
Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Terpopuler - Tak Puas Kinerja OJK, Perbankan Ingin Diawasi BI"
Post a Comment